Halaman

Senin, 17 Juni 2013

PENGATURAN SPAMMING DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA


Tindakan spamming dapat dikatakan telah menjadi suatu peristiwa pidana karena bersifat merugikan khalayak umum, walaupun memiliki nama yang sama tetapi ternyata spamming dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam perbuatan secara umum. Pengelompokan ini didasarkan pada dampak akhir atau bentuk kerugian yang di derita oleh korban. Dalam hukum pidana Indonesia sulit untuk menentukan peraturan mana yang dapat dipergunakan dalam tindakan spamming, terlebih dengan adanya asas “lex specialis derogat lex generalis” yang memiliki arti peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum, sesuai dengan adanya asas ini maka metode penerapannya terhadap kasus kongret harus ditelusuri mulai dari sumber hukum pidana yang paling khusus hingga paling umum. Dalam ilmu hukum dikenal berbagai metode interpretasi, mulai dari penafsiran gramatikal hingga penafsiran analogi, berkaitan dengan asas legalitas (nullum delictum) pada pasal 1 (1) KHUP yang berbunyi “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang undangan pidana yang telah ada”.

Asas tersebut merupakan sendi utama dalam hukum pidana, maka diupayakan agar dihindari penafsiran yang bersifat analogi (Paling banter penafsiran ekstensif masih dapat dipakai). Spamming sendiri adalah salah satu kejahatan dunia maya dan seharusnya terdapat didalam peraturan yang mengatur mengenai cybercrime yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Apabila dilihat kebelakang dari penjalasan mengenai unsur-unsurnya maka tindakan spamming ini masih terlihat kabur didalam Undang-Undang tersebut, maka dalam hal ini  akan dicari atau dianalisis peraturan-peraturan didalam hukum pidana Indonesia yang sekiranya mampu untuk mengatasi masalah spamming ini. 

  • Ketentuan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebenarnya dalam KUHP tidak ada suatu peraturan yang dapat digunakan untuk tindakan spamming ini, tetapi apabila dilihat sekilas mengenai bentuk kerugian yang diterima maka ada terdapat peraturan yang dapat digunakan dalam tindakan spamming. Peraturan tersebut yaitu pada pasal 378 dalam BAB XXV tentang perbuatan curang yang berbunyi :

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghasilkan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun".

Pasal ini dipergunakan karena apabila melihat dampak yang ditimbulkan oleh tindakan spamming, dimana salah satunya spamming ini dapat berujung pada tindakan penipuan walau pada setiap spamming mengandung penipuan. Disebut penipuan dalam spamming, dimana pelaku berhasil memperdaya korban untuk percaya akan tipu muslihat pelaku. Hasil yang diharapkan dari tipu muslihat ini adalah korban ditipu dengan cara iklan promosi yang mengandung penipuan disebarkan sehingga korban merasa tertarik dengan iklan promosi tersebut akhirnya korban akan mudah dikelabui. Dalam RUU KUHP tahun 2007 sebenarnya terdapat pasal yang kemungkinan dapat dipergunakan dalam spamming yaitu pasal 26 ayat 1 yang berbunyi :

"Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan surat elektronik untuk mengumumkan, menwarkan atau menjual barang dan atau jasa yang sifatnya melanggar hukum atau dilarang oleh Undang-Undang, dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun."

Dalam pasal 26 (1) RUU KUHP tahun 2007 ini dirasa paling mendekati dalam kaitannya dengan tindakan spamming, apabila dijabarkan pasal ini diperuntukan untuk penyebaran iklan promosi yang berujug pelanggaran sehingga rumusan unsur-unsur dari spamming itu sendiri dirasa lebih pas dan mendekati.

  • Ketentuan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal yang paling mendekati tindkan spamming ini adalah pasal 28 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Dalam tindakan spamming memang sangat kontradiktif apabila digunakan pasal 28 ayat 1 ini, apabila dijabarkan mengenai unsur-unsurnya maka akan didapati sebagai berikut yaitu yang pertama didalam unsur kesalahan pelaku memang sadar akan perbuatannya atau memiliki kesengajaan untuk menyebarkan spamming tersebut dimana dengan cara ilegal atau dengan tanpa hak, tanpa hak ini berarti memang tidak memiliki hak untuk mengirimkan spam sehingga dapat dikatakan tidak berhaknya pelaku disebabkan karena pelaku memang secara nyata bukanlah orang yang berhak atau berwenang menyebarkan berita tersebut.
Mengenai jenis pebuatannya maka dalam pasal 28 ayat 1 jenis perbuatannya adalah menyebarkan berita bohong dan tidak benar dengan ditambah unsur menyesatkan pada rumusan pasal tersebut, sehingga pelaku berusaha untuk menggerakan korban untuk melakukan sesuatu. Dalam pasal ini dapat dikatakan bahwa objek yang disebarkan adalah hanya dalam ruang lingkup suatu berita kebohongan dan menyesatkan belaka.

Dalam tindakan spamming memang juga perbuatannya menyebarkan, tetapi apabila ditela'ah secara lebih mendalam maka bentuk penyebaran ini bersifat lebih luas dari pada bentuk penyebaran dalam pasal 28 ayat (1). Sehingga penyebaran dalam spamming ini bersifat masal. Yang paling kontradiktif dalam perbandingan ini adalah mengenai objeknya, dalam pasal 28 ayat (1) objeknya adalah berita bohongdan menyesatkan sedangkan dalam ayat 2 dari pasal 28 menyebutkan bahwa objeknya adalah berupa informasi, sedangkan dalam tindakan spamming adalah suatu berita iklan ataupun informasi yang lain sehingga apabila dibandingkan maka objek yang didapati adalah berbeda dari pasal 28 ayat (1). Pasal 28 ayat (1) memiliki akibat konstitutif mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain bahwa pelaku memang sengaja atau menghendaki menyebarkan beroita bohong dan juga menyesatkan sehingga menyadari nantinya akan timbul akibat kerugian pada korbannya, sedangkan dalam spamming pelaku dengan sengaja atau menghendaki menyebarkan berita iklan atau promosi serta informasi yang lain dengan tujuan mempermudah promosi suatu iklan tertentu. Kaitannya dengan bentuk kerugian, tindakan ini dapat menimbulkan kerugian pada korban termasuk juga terdapat unsur penipuan, telah dijelaskan diatas mengenai kerugian dalam tindakan spamming dimana kerugian yang dimaksud, tidak hanya kerugian yang dapat dinilai dengan uang, tetapi juga segala bentuk kerugian. Misalnya timbul perasaan cemas, malu, kesusahan, hilangnya harapan mendapatkan kesenangan atau keuntungan dan sebagainya.


  • Ketentuan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Sebenarnya dalam hal spamming peraturan yang digunakan seharusnya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi ELektronik karena spamming adalah salah satu dari kejahatan dunia maya, tetapi apabila ditelaah maka peraturan spamming dapat dikatakan masih belum jelas atau terdapat kekaburan. Dalam kaitannya dengan ini maka penting untuk melihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen karena berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh konsumen yang terkena suatu bentuk penipuan didalam iklan spamming. Bentuk pelarangan yang disebutkan dari pasal 8 sampai dengan pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat melindungi hak-hak dari seseorang sebagai konsumen dimana apabila terjadi suatu pelanggaran maka dapat digunakan salah satu dari sepuluh pasal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar